Sabtu, 29 November 2008

KAMPUNG TEMPO DULU

”Kampung Tempo Dulu” menjadi tema kegiatan dan dekorasi pada pelaksanaan gelar karya mahasiswa teknik tahun ini. Gelar karya diadakan pada tanggal 27 sampai dengan 29 Oktober 2008 dan bertempat di atrium Gedung Didaktos.

Pintu masuk dan keluar didesain hanya memiliki akses satu jalan. Dekorasi untuk pintu masuk adalah dengan berbagai macam tanaman yang sangat identik dengan suasana pedesaan. Seperti, pohon pisang, kelapa, janur kuning, dan lain-lain. Tetapi menurut saya penataan tanaman-tanaman tersebut kurang rapi sehinga terkesan betumpuk-tumpuk dan mengganggu akses jalan yang berada di sebelah kanan dan kirinya karena besar dan menonjol ke depan. Di depan pintu masuk terdapat meja dengan berisikan buku tamu untuk diisi oleh para pengunjung pameran.

Begitu memasuki ruangan, jalan yang dilalui didesain menyerong ke kanan sehingga menyulitkan saya untuk berjalan. Begitu saya memasuki ruangan yang saya rasakan sendiri pertama kali adalah bau. Bau aroma dupa dan yang samar-samar memenuhi ruangan tersebut. Dengan aroma wewangian dupa dan bunga mawar tabur yang khas memenuhi ruangan atrium tersebut memebuat saya agak tidak senang karena saya tidak suka bau dupa.

Lampu teplok atau penerangan menggunakan minyak dan sumbu mengingatkan saya bahwa kampung itu identik dengan kegelapan dan ketenangan. Karena pada zaman dahulu listrik belum ada dan penduduknya belum terlalu padat. Di bagian pojok-pojok ruangan terdapat potongan-potongan pohon bambu yang dipasang dan daun-daun bambu kering yang berserakan.
Potongan-potongan bambu yang berada di sisi-sisi ruang atrium memberikan nuansa estetika yang bagus dan daun-daun yang berserakan terlihat membangun suasana. Kampung identik dengan pohon bambu karena masyarakat dari dahulu selalu menggunakan bambu untuk keperluan bangunan dan kegiatan lainnya. Sehingga tidak heran apabila di setiap daerah atau kota seperti Yogyakarta masih terdapat banyak pohon-pohon bambu.

Di dalam atrium tersebut terdapat 3 buah gasebo. Dua gasebo untuk memamerkan hasil karya mahasiswa berupa sketsa dan kerajinan yang terbuat dari kertas karton dan koran. Gasebo yang ketiga bentuknya lebih besar dan digunakan untuk tempat duduk para panitia dan pada hari terakhir digunakan untuk kegiatan bermain musik. Di sebelah selatan pojok timur teradapat dua bentuk kuburan yang lengkap dengan sesajinya dan itu membuat saya ngeri melihatnya.

Ruang kampung yang tercipta dalam pameran yang telah diselenggarakan kemarin menurut saya kurang berkesan. Mungkin karena daya dukung tempat dan waktunya kurang mengena. Untuk tempat, kampung sangat dekat sekali dengan area persawahan. Waktunya dilaksankan pada siang hari, padahal saya melihat lampu minyak yang menyala. Apabila pameran kampung ini dilaksanakan pada malam hari pasti akan sangat mengena ”Kampung Tempo Dulu” dan bahkan mungkin bisa membangun suasana yang romantis.

Kampung biasanya identik dengan berbagai macam rumah panggung yang terbuat dari bambu, kayu, dan hasil alam yang berada di sektiarnya. Keadaan yang masih asri dengan udara sejuk tanpa polusi dan jalanan terjal belum di aspal. Pepohonan yang rindang, jalanan berbatu, sungai yang jernih, tidak modern, suara kicauan burung, dan auman kerbau merupakan ciri khas daerah kampung.

Kampung pada zaman dahulu tidak menggunakan listrik bahkan sampai sekarang pun masih ada kampung yang memegang adat tersebut. Hal ini bertujuan untuk tidak terjadi kesenjangan sosial dan rasa iri. Kampung sangat identik dengan perilaku sosial masyarakatnya yang teguh memegang adat. Sikap toleransinya sangat tinggi dan semangat gotong royongnya pun masih kental.

Penduduk kampung biasanya tidak terlalu padat. Maka dari itu sifat kebersamaannya tinggi untuk saling bersilaturahmi dan tolong-menolong. Penduduk kampung dalam praktek kehidupannya selalu menekankan kesederhanaan. Hal ini ditunjukan dengan adanya bentuk-bentuk rumah yang dinding dan konstruksinya masih terbuat dari bambu atau kayu. Terlebih lagi kesederhanaan itu tercermin dalam kehidupan mereka sehari-hari. Makanya tidak heran bila orang-orang kota merindukan suasana kampung yang demikian.

Nuansa kampung yang selalu identik dengan ketenangan mungkin membuat suatu sisi psikologis tersendiri dan berdampak pada penghuninya yaitu keharmonisan rumah tangga. Keadan kampung yang tenang dan nuansa alam yang selalu dekat dengan rumah mereka membuat keadaan menjadi ”romantis”. Sehingga menurut saya orang-orang pada zaman dahulu banyak yang setia mungkin dikarenakan keadaan kehidupan mereka yang nyaman dan tenang.
Jadi menurut saya kampung tempo dulu sangat identik dengan ketenangan, kesederhanaan, budaya sosial masyarakat dan adat yang masih kental, keadaan yang asri, dan tanpa polusi.

Rabu, 29 Oktober 2008

JAWABAN TTS TEORI ARSITEKTUR 01

GROUP A TAHUN AJARAN 2008 – 2009

1. Tipe-tipe ruang yang ada di kompleks duta wacana.

§ Agape Lantai Atas

Agape lantai atas merupakan tipe ruang yang kedua. Disebut tipe ruang kedua karena di tengah-tengah gedung agape lantai atas terlihat bangunan yang tidak aksesibel di dalamnya dan tepi-tepiannya diberi tempat untuk melihat-lihat atau diakses oleh . Di sekeliling bangunan yang tidak askesibel tersebut apresiator.


§ Ruang Kaca Gedung Agape

Ruang kaca gedung agape merupakan tipe ruang yang ketiga. Disebut tipe ruang ketiga karena terdapat punggung ada di kulit luar dan muka berada di dalam, sedangkan pengakses atau pembeli ada di tengah.


§ Agape Lantai Satu

Agape lantai satu merupakan tipe ruang yang ketiga. Disebut tipe ruang kedua karena terdapat punggung ada di kulit luar dan muka berada di dalam, sedangkan pengakses atau pembeli ada di tengah. Di setiap bagian-bagian lantai agape merupakan wajah yang di tampilkan di dalam.


§ Entrance Kedokteran

Etrance kedokteran merupakan ruang tipe keempat. Disebut demikian karena aliran pergerakan atau arahnya menyedot atau terarah ke tengah.


§ Plasa Kapel

Plasa Kapel merupakan tipe ruang pertama (ruang linier). Disebut demikian karena memiliki akses sirkulasi ke samping-samping plasa dan terbatas untuk sirkulasi di depan plasa.



§ Plasa Belimbing

Plasa Belimbing merupakan tipe ruang keempat. Disebut demikian karena pada bagian tengah terdapat pohon belimbing yang membuat intensifikasi ruang dengan memberi naungan atau payung yang menyedot ruang itu kepadanya.


§ Lorong

Lorong merupakan tipe ruang pertama. Disebut demikian karena pada bagian tengah lorong tersebut terdapat ruang lapang untuk bersantai. Di samping lorong terdapat dinding pembatas untuk membatasi daerah tersebut.


§ Gazebo

Gazebo merupakan tipe ruang keempat apabila di lihat dari fungsinya yang hampir mirip dengan pendapa yang memberi naungan atau payung yang menyedot ruang itu kepadanya. Akan tetapi apaila dilihat dari sirkulasinya merupakan tipe ruang pertama karena gazebo bisa diperpanjang ke samping-samping tanpa mengubah karakternya tadi dan hanya berubah ketika diperluas ke muka sehingga ketebalannya bertambah.


§ Basement

Basement merupakan tipe ruang keempat. Disebut demikian karena terdapat naungan atau payung yang menyedot ruang itu kepadanya seperti atapruang basement itu sendiri.


§ Kantin

Kantin merupakan tipe ruang ketiga. Disebut demikian karena pembeli terlihat jelas berada di tengah-tengah dan bersifat sentral.


§ Koridor Lantai 3 Gedung Didaktos

Koridor lantai 3 Gedung Didaktos merupakan tipe ruang pertama. Koridor tersebut berupa lorong yang memanjang dan dapat diperpanjang ke samping-samping tanpa mengubah karakternya. Koridor hanya berubah ketika diperluas ke muka sehingga ketebalannya bertambah


§ Atrium Gedung Didaktos

Atrium Gedung Didaktos merupakan tipe ruang keempat. Pada atrium terdapat naungan atau payung yang menyedot ruang itu kepadanya. Sehingga banyak para mahasiswa berkumpul karena adanya fasilitas berupa kursi.


§ Gedung Chara

Gedung Chara merupakan tipe ruang ketiga. Karena terlihat jelas bahwa punggung ada di kulit luar, sedangkan pengakses atau pembeli ada di tengah. karena kebalikan dari tipe radial, dan disebut sebagai tipe sentral, memusat.


§ Tangga Gedung Didaktos

Tangga Gedung Didaktos merupakan tipe ruang pertama. Disebut demikian karena punya punggung dan punya muka dan diperpanjang ke samping-samping tanpa mengubah karakter dan menjorok ke muka dengan ketebalan yang terbatas.


§ Pepustakaan

Perpustakaan merupakan tipe ruang ketiga. Karena memiliki akses aliran sirkulasinya sentral dan pengakses ada di tengah.


TIPE-TIPE RUANG

Tipe ruang pertama adalah ruang linier, yang punya punggung dan punya muka. ruang linier ini bisa diperpanjang ke samping-samping tanpa mengubah karakternya tadi. Ruang tipe ini hanya berubah ketika diperluas ke muka sehingga ketebalannya bertambah.

Tipe ruang kedua adalah bersifat radial. Radial dalam arti memancar ke luar dan membiarkan pusat sebagai tempat yang tidak aksesibel. Ruang tipe radial ini membiarkan tepi-tepiannya untuk diakses pembeli atau apresiator.


Tipe ruang ketiga adalah yang bila tipe kedua dibalik: punggung ada di kulit luar, sedangkan pengakses atau pembeli ada di tengah. karena kebalikan dari tipe radial, maka ini bisa disebut sebagai tipe sentral, memusat.


Tipe ruang keempat adalah tipe ketiga tapi dengan membuat intensifikasi ruang dengan memberi naungan atau payung yang menyedot ruang itu kepadanya.







2. Pada tipe linier satu ruang dapat mengalir dan diteruskan hingga tak berujung maka untuk menghentikan aliran ruang tipe 1 adalah dengan menggunakan partisi berupa tembok, kaca, seng, spanduk, dan lain-lain.

Bentuk adalah struktur internal maupun garis eksternal serta prinsip yang memberikan kesatuan secara menyeluruh. Jika bentuk lebih sering dimaksudkan sebagai pengertian masa atau isi tiga dimensi, maka wujud secara khusus lebih mengarah pada aspek penitng bentuk yang mewujudkan penampilannya-konfigurasi atau perletakan garis atau kontur yang membatasi suatu gambar atau bentuk.

Semua alur pergerakan baik untuk orang kendaraan, barang ataupun pelayanan, pada dasarnya bersifat lurus atau linier. Dan semua jalur mempunyai titik awal yang membawa kita menyusuri urut-urutan ruang ke tujuan akhir kita. Perbedaan ketinggian jalan tergantung pada jenis transportasinya.

Sifat konfigurasi jalan juga mempenaruhi atau sebaliknya dipengaruhi oleh organisasi ruang-ruang yang dihubungkannya. Konfigurasi jalan dapat memperkuat organisasi ruang dengan mensejajarkan polanya. Atau konfigurasi dapat dibuat sangat berbeda dengan bentuk bentuk organisasi ruang dan berfungsi sebagai titik perlawanan visual terhadap keadaan yang ada.

Sisi yang terbuka merupakan aspek utama dari konfigurasi ini karena keuiniakknya yang relatif terhadap bidang lainnya. Sisi yang terbuka memungkinkan daerah tersebut memiliki kontinuitas visual dengan meneruskan bidang dasarnya melampaui sisi terbuka dari konfigurasi.

Jika bidang bukaan dibentuk lebih jauh dengan unsur-unsur kolom atau bidang atas, pembentukan untuk suatu bidang asli akan diperkuat dan kontinuitas dengan ruang di hadapannya yang akan terputus.

Jika konfigurasi bidang-bidang tersebut berbentuk segi empat dan memanjang, sisi yang terbuka dapat berada pada sisi yang sempit maupun pada sisi yang lebar. Dalam semua kasus tersebut, bagian yang terbuka tetap menjadi ”muka utama ” dari daerah ruang dan bidang yang berada pada arah berlawanan dari sisi yang terbuka akan menjadi unsur dasar di antara ketiga bidang dari konfigurasi tersebut.



Kamis, 25 September 2008

Meruang Di Kauman

Suasana Gang Kauman Di Sore Hari



Gang kauman terletak di Jalan K.H. Ahmad Dahlan, di depan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah. Terletak 2 meter dari jalan raya. Di depan gang terpasang pintu masuk yang terbuat dari besi.

Ketika saya berjalan ke Kauman. Saya merasakan suasana yang tenang dan tentram, dan asri. Tidak terdengar suara bising kendaraan bermotor yang jaraknya tidak terlalu jauh dari gang. Rumah-rumah di sana berhimpit-himpitan. Tetapi, karena nuansa yang teduh dan angin yang sepoi-sepoi tidak membuat rumah di sana terasa sumpek.

Saya melihat di setiap rumah digunakan sebagai tempat industri rumah tangga seperti konveksi, catering, dan lain-lain. Orang-orang di sana sangatlah ramah dan saya merasakan kehangatan walau saya adalah orang asing di sana.

Pada waktu itu jam 3 sore, di sepanjang gang dipajang berbagai unggas seperti ayam dan burung dara. Karena salah satu teman kami takut unggas, kami terpaksa memutar jalan dari gang yang lurus ke gang yang berliku-liku. Dalam perjalanan kami yang berliku-liku, saya melihat banyak bangunan-bangunan kuno khas Yogyakarta zaman dahulu. Bangunan-bangunan kuno di sana bagaikan mesin waktu. Saya merasa nostalgia berada di sana karena dari kecil saya terbiasa melihat bangunan seperti itu.

Setelah kami sampai di Masjid Gedhe, saya berpikir perjalanan berakhir sampai di sini. Tetapi seorang kakek mengatakan kalau ada tempat lagi bagi kami untuk bisa meruang di sana. Pada waktu itu bulan puasa, seperti biasa terdapat ”Pasar Tiban”. Pasar Tiban adalah pasar yang buka pada bulan puasa dan pasar itu buka saat menjelang sore sampai jam 6 sore pasar itu tutup.

Letak pasar itu tidak terlalu jauh dari Masjid Gedhe. Sesampainya di sana saya merasakan nuansa yang berbeda dari jalan yang saya lalui. Di sana penuh sesak dengan barang-barang dagangan berupa berbagai macam makanan dan orang-orang yang berlalu-lalang. Saya kesulitan untuk menerobos kerumunan karena jalan itu hanya berupa gang yang memanjang. Di kanan-kiri saya hanya rumah-rumah berhimpitan dengan orang-orang yang menjajakan makanannya di depan rumah-rumah tersebut.

Saya kagum akan nuansa bangunan di sana. Di seberang jalan raya yang banyak bangunan yang menurut saya mencerminkan khas eropa, membuat saya tidak bangga akan hal itu. Tetapi setelah berjalan-jalan di Kauman saya merasa bangga karena bangunan-bangunan di sana masih bercorak Yogyakarta atau bangunan khas Yogyakarta. Bangunan yang menampilkan ukiran-ukiran kayu yang mencerminkan kebudayaan kita.